Khadijah binti Khuwailid adalah wanita
terhormat, cantik, kaya dan shalihah. Selepas ditinggal mati suaminya,
banyak lelaki Quraisy dari kalangan yang terhormat datang untuk
meminangnya. Namun, lantaran mengetahui bahwa mereka hanya ingin
menguasai hartanya, Khadijah menolak semua lamaran lelaki Quraisy itu.
Apalagi setelah ia bermimpi melihat
matahari masuk ke dalam rumahnya, tepat di atas kepalanya. Sinar
matahari itu menerangi seluruh sudut rumah. Oleh sepupunya yang ahli
kitab, Waraqah bin Naufal, mimpi tersebut dimaknai akan adanya cahaya
kenabian yang masuk ke dalam rumahnya.
Tafsir mimpi dari sepupunya itu selalu
diingat dan diharapkan menjadi kenyataan. Hingga pada suatu ketika, saat
Khadijah merekrut Muhammad muda sebagai salah satu kafilah dagangnya,
ia seperti mendapat petunjuk bahwa pemuda itu adalah sosok yang akan
menjadi Nabi terakhir sebagaimana disebutkan oleh Waraqah dalam
menafsirkan mimpinya.
Khadijah pun menceritakan kekagumannya
kepada salah satu sahabatnya, Nafisah bin Munabbih. Ia berkisah panjang
lebar hinga terbacalah bahwa dirinya jatuh cinta kepada Muhammad yang
kala itu berusia dua puluh lima tahun.
Selepas mendengar curahan hati
sahabatnya, Nafisah pun mendatangi Muhammad dan bertanya, “Apa yang
menghalangimu untuk menikah?” Muhammad pun menjelaskan bahwa dirinya
belum memiliki harta untuk dijadikan mahar. Nafisah melanjutkan,
“Bagaimana jika masalah harta tidak dianggap menjadi masalah dan ada
yang menawarkan kepadamu kekayaan, kecantikan, kemuliaan dan kesetaraan?
Apakah kamu mau menikahinya?”
Dengan penuh keheranan, anak Abdullah ini
bertanya, “Siapakah orang tersebut?” Nafisah menjawab bahwa dia adalah
Khadijah binti Khuwailid yang pernah menjadi manajer bisnisnya. Dengan
mantap, Muhammad muda mengatakan, “Jika dia benar-benar menawarkan hal
itu kepadaku, tentu aku menerimanya.”
Mendengar jawaban Muhammad, wajah nafisah sumringah. Ia pun bergegas menemui Khadijah guna menyampaikan kabar gembira itu.
Sementara Muhammad menemui paman-pamannya
untuk menyampaikan maksudnya itu. Singkat cerita, Abu Thalib, Hamzah
dan paman-pamannya yang lain menemui paman Khadijah yang bernama ‘Amr
bin Asad untuk menyampaikan lamaran.
Dari sinilah pernikahan teragung yang mempertemukan dua orang terbaik dalam sejarah umat manusia dimulai.
Dari sinilah pernikahan teragung yang mempertemukan dua orang terbaik dalam sejarah umat manusia dimulai.
Dalam lamaran penuh berkah itu, Abu Thalib menyampaikan pidatonya
sebagaimana diriwayatkan oleh Abul Abbas al-Mubarrid sebagaimana dikutip
oleh Mahmud al-Mishri dalam “Sirah Shahabiyah Jilid I”
“Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah menjadikan kita sebagai
keturunan Ibrahim, keturunan Ismail, berasal dari Ma’ad dan unsur
keturunan dari Mudhar. Kita telah dijadikan sebagai pemelihara rumah-Nya
(Ka’bah) dan pengatur tanah suci-Nya. Dia telah memberi kita rumah
(Ka’bah) yang terjaga, tanah suci yang aman sejahtera dan kita menjadi
pemimpin manusia.
Saya harus menyampaikan, sesungguhnya
keponakanku ini (Muhamad bin Abdullah), jika dibandingkan dengan lelaki
mana pun, maka dia akan lebih unggul darinya. Baik dalam kebaikan,
keutamaan, kemuliaan, kematangan berpikir, keagungan dan kehebatan.
Meskipun jika dilihat dari segi harta dan
kekayaan, maka dia tidaklah berarti apa-apa. Akan tetapi, harta
hanyalah bayangan yang akan sirna, benda yang akan hilang dan pinjaman
yang akan dikembalikan kepada pemilik sebenarnya.
Muhmmad adalah seorang lelaki yang telah kalian ketahui latar belakang keluarganya. Ia bermaksud hendak meminang Khadijah binti Khuwailid.
Untuk itu, ia memberikan mahar sebesar 20
ekor unta yang dipinjam dari hartaku dan akan dikembalikan sebatas
kemampuannya, cepat ataupun lambat.
Demi Allah, dia (Muhammad bin Abdullah)
akan mmeiliki peran yang sangat besar dan kedudukan yang agung di masa
yang akan datang, maka terimalah pinangannya untuk menikah dengan
Khadijah.”
Mahasuci Allah yang telah menyatukan dua
insan amat mulia dalam sejarah umat manusia ini. Inilah naskah pidato
yang singkat, padat dan menyeluruh. Di dalamnya ada taaruf singkat dari
sosok yang melamar kepada keluarga yang dilamar. Di dalamnya tercermin
sebuah kewibawaan yang dibalut rapi dengan kejujuran.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa mahar yang diberikan oleh Rasulullah Saw kepada Khadijah adalah 12,5 uqiyah emas.
Kemudian selepas lamaran itu, menikahlah
dua insan dalam naungan cinta Ilahi. Sejarah kehidupan keduanya akan
senantiasa harum dan menghiasi langit zaman. Namanya akan terus memesona
dan tak bosan untuk terus dibincang dan diambil ibrahnya.
Syaikh Mahmud al-Mishri menutup uraian
tentang proses lamaran ini dengan megatakan, “Khadijah menunjukkan
dirinya sebagai seorang istri yang sangat mencintai suaminya sekaligus
sebagai ibu yang sangat penyayang, lembut dan baik terhadap
anak-anaknya,” pungkasnya, “semoga Allah Ta’ala meridhainya.” [Pirman]
Sumber : http://kisahikmah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar