dakwatuna.com – Musim berganti, gugur daun kota akan
segera tiba. Sore kemaren seorang Paman menyapa saya, ketika saya
menyempatkan menyapa satpam petugas gedung ATAUM yang terkantuk. “iyi
akşamlar Ağbey.” Selamat sore Pak. “iyi akşamlar.” Jawabnya dengan wajah
setengah kaget dan sepasang senyum sumringah. Sesampainya di pintu luar
sebuah suara berbeda menyapa dari belakang.
“Nerelisin?” Dari mana asalmu? Tanya suara sang Paman.
“Malezyalımısın?” Apakah kamu orang Malaysia. seorang Paman yang sepertinya mahasiswa Ph.D, kira-kira berusia 45 tahun.
“Hayır Ağbey, Endonezyalıyım.” No sir, I’m Indonesia.” Jawab saya.
“Iya
Indonesia dan Malaysia memang mirip.” Kata sang Paman. Saya tersenyum
mengangguk, mengiyakan. Pasalnya kejadian seperti ini sudah sangat
sering terjadi.
“Saya mengenal baik orang Indonesia.” Lanjut sang Paman. Saya menyimak, kebetulan kami berjalan searah menuju gerbang kampus.
“Saya
bertemu orang Indonesia saat menunaikan ibadah haji di Mekkah.” Jelas
sang Paman. Saya tersenyum. Dan pasalnya juga pernyataan kisah tentang
pertemuan antara orang Turki dengan jamaah haji Indonesia seperti petang
ini juga untuk yang kesekian kalinya, meski dengan orang yang berbeda.
Sebagaimana nyaris genap 2 tahun saya tinggal di Turki mungkin ini kisah
entah yang keberapa kalinya tentang betapa gembiranya jamaah haji Turki
bertemu dengan jamaah haji Indonesia. Lalu apakah kiranya yang menarik
dari perbincangan singkat petang itu?
Siluet matahari merunduk
dari celah-celah rimbun pepohonan buah kiras. Membuat wajah sore itu
semakin sempurna menyambut senja. Wajah kami terlihat keorangean oleh
sinar matahari yang mereda. “Jamaah haji Indonesia jumlahnya banyak
sekali. Di mana-mana wajah Indonesia. Mereka berjalan beriringan dan
tidak saling terpisah. Berbeda dengan kami, berpencar satu sama lain.
Jamaah haji Indonesia duduk dialun-alun membaca Al-Quran dengan khusyuk.
Ramah sekali meski kami tidak saling mengerti bahasa satu sama lain.
Dan jika ada yang berpakaian seragam rapi dan tertib, itu pasti jamaah
haji dari Indonesia.” Ungkap sang Paman panjang lebar, senyumnya
terkembang menunjukkan hatinya penuh gembira. “Itu sebabnya saya sangat
suka berteman dengan orang Indonesia.” Lanjutnya.
“Çok sağol
Ağbey.” Terima kasih Sır, jawab saya singkat sambil tersenyum dan pamit.
Kami saling berpisah karena arah jalan yang berbeda.
***
Betapa
gembiranya hati saya sore itu. Menekuni kalimat yang disampaikan oleh
sang Paman. Kejadian seperti ini sebenarnya sudah sangat sering terjadi,
tidak hanya saya, akan tetapi hampir rata-rata mahasiswa Indonesia
mengalami kisah kejadian yang sama. Sejenak saya merenungi satu hal yang
nyaris saya lupakan, bahwa banyaknya jumlah jamaah haji Indonesia yang
berangkat menuju Mekkah telah memberikan manfaat yang demikian besar
bagi saya dan tentu saja bagi kami para mahasiswa Indonesia yang tengah
menempuh studi di luar negeri dan di Turki khususnya.
Sifat ramah
tamah dan ketekunan beribadah jamaah haji Indonesia di tanah suci telah
membangun kedekatan emosional dan kekeluargaan yang mendalam pada
masyarakat Turki. Menjadikan masyarakat İndonesia memiliki ruang
tersendiri di hati mereka. Sebagai contoh lebih jauh dari itu beberapa
keluarga Turki juga menjadikan kami sebagai bagian anggota keluarga
mereka (seperti menjadikan kami sebagai anak angkat) karena pertemuan
mereka dengan jamaah haji Indonesia beberapa tahun silam. Keramahan dan
tepa slira jamaah haji Indonesia telah memberikan tempat tersendiri yang
demikian istimewa di hati para jamaah haji masyarakat Turki.
Indonesia
menjadi negara yang jamaah hajinya dituturkan kisahnya secara turun
temurun karena pertemuan mereka di tanah suci Mekkah. Tentu saja hal ini
memberikan manfaat yang sangat positif bagi kami. Secara psikologi kami
menjadi tidak merasa asing di negeri perantauan yang tidak terhitung
jauh jarak tempuhnya dari tanah air. Menjadi bagian keluarga besar
masyarakat warga negara Turki, sehingga menjadi seperti rumah yang
menggembirakan.
Catatan saya ini, mewakili ungkapan rasa terima
kasih yang dalam kepada seluruh keluarga besar Jamaah haji Indonesia,
yang telah membangun ukhuwah lintas benua yang tidak terbatas.
Memberikan keteladanan sikap dan akhlak yang santun sehingga
diperbincangkan dengan penuh gembira oleh masyarakat jamaah haji dari
Turki khususnya. Dan saya yakin kepada masyarakat Islam dunia secara
luas.
Semangat berhaji masyarakat Indonesia menjadi catatan
penting bagi saya secara pribadi. Sederhananya meskipun keluarga saya
atau kami para mahasiswa bahkan belum ada yang berangkat ke Mekkah
sekali pun, namun pertemuan jamaah haji masyarakat İndonesia dalam
jumlah yang sedemikian besar telah memudahkan bagi masyarakat muslim
dunia mengenal muslim Indonesia lebih dekat. Lebih jauh jamaah haji
Indonesia telah menanamkan senyum-senyum keteladanan akhlak yang
mendalam bagi masyarakat muslim di Turki.
Jumlah kekuatan yang
sedemikian besar, tercatat 46.861 jamaah yang menunaikan ibadah haji
tahun ini (10/9/2014, haji.kemenag.go.id). Semoga catatan positif yang
telah dilakukan oleh para jamaah haji Indonesia menjadi sumber kekuatan
yang kelak melahirkan serta membangun pilar-pilar kekuatan dan menjadi
cahaya penerang peradaban bagi kebangkitan tanah air, Indonesia.
Teşekkür ederim, terima kasih banyak untuk seluruh jamaah haji
Indonesia. Semoga berkah ibadah pertemuan dengan sang Khalik di rumah
suci-Nya, serta menjadi catatan amal ibadah pemberat timbangan amal di
yaumul mizan kelak. Aamiin insya Allah. Salam khidmat dari kami para
penuntut ilmu dari negeri para penakluk. Konstantinopel, Turki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar