Salah satu pokok aqidah adalah meyakini
bahwa Allah Maha Pemberi Rezeki. Dialah Ar Razaq, yang memberikan rezeki
kepada seluruh makhlukNya
Muslimah yang benar dan sempurna
imannya, ia meyakini bahwa Allah yang memberi rezeki kepadanya.
Sehingga, ia tidak akan meminta rezeki kepada siapapun kecuali kepada
Allah. Ia juga tidak akan mencari rezeki dengan jalan yang haram karena
yakin rezekinya telah dijamin Allah dan tak mungkin tertukar.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberinya rezeki (QS. Hud: 6)
Dalam menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir
mengatakan: “Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa Dialah yang
menjamin rezeki makhlukNya, termasuk semua hewan yang melata di bumi,
baik yang kecil maupun besar, baik di daratan maupun di lautan.”
Lihatlah anak-anak burung yang belum
bisa mencari makan, dari mana mereka mendapatkan rezeki? Rupanya Allah
menggerakkan induknya untuk mencari makanan lebih banyak dan saat tiba
kembali ke sarangnya, ia berikan makanan itu ke mulut anak-anaknya.
Lihatlah bagaimana cicak yang merayap di dinding, sementara makanannya
adalah nyamuk, binatang bersayap yang pandai terbang. Namun Allah-lah
yang menggerakkan nyamuk-nyamuk itu terbang mendekat atau hinggap, lalu
cicakpun dapat makan dengan lahap. Lalu betapa mudahnya bagi Allah
memberikan rezeki kepada makhlukNya yang bernama manusia; yang memiliki
akal dan fisik paling sempurna dibandingkan makhluk lainnya.
Lebih detail, Sayyid Qutb menjelaskan bahwa dabbah adalah makhluk melata. Semua yang bergerak di bumi adalah dabbah, baik ia manusia maupun binatang.
“Allah yang memberikan mereka rezeki…
Bahkan Dia yang menentukan jumlah rezeki masing-masing makhluk melata
yang khayalan manusia tidak mampu melukiskannya,” kata Sayyid Qutb.
Di akhir ayat ini, disebutkan
كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (QS. Hud: 6)
Diantara maksudnya adalah, ketentuan
rezeki itu telah tertulis dalam kitab Lauhul Mahfudz. Rasulullah di
dalam haditsnya memperkuat pernyataan ini, bahwa pada usia 120 hari,
Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh pada janin dan mencatat
empat ketentuan. Termasuk rezeki.
إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِى بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ، ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ مَلَكًا ، فَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ ، وَيُقَالُ لَهُ اكْتُبْ عَمَلَهُ وَرِزْقَهُ وَأَجَلَهُ وَشَقِىٌّ أَوْ سَعِيدٌ
“Sesungguhnya penciptaan kalian
dikumpulkan dalam rahim ibu selama 40 hari berupa nutfah (sperma), lalu
menjadi alaqah (segumpal darah) selama itu (40 hari) pula, lalu menjadi
mudhghah (segumpal daging) selama itu (40 hari) pula. Kemudian Allah
mengutus malaikat untuk meniupkan ruh dan mencatat 4 perkara yang telah
ditentukan, yaitu amal, rezeki, ajal, dan sengsara atau bahagianya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Keyakinan yang benar terhadap rezeki dan Allah Maha Pemberi rezeki ini akan membawa para muslimah:
1. Hatinya tenang dan optimis karena ia
yakin Allah Maha Pemberi rezeki yang tidak akan menelantarkan hambaNya.
Bahkan, orang-orang yang kafir dan ahli maksiat juga diberiNya rezeki.
2. Ia tidak akan iri dengan orang lain
karena ia yakin bahwa masing-masing makhluk telah “dijatah” oleh Allah
rezekinya masing-masing dan takkan tertukar.
3. Meski rezeki telah ditulis di lauhul
mahfuz, sayangnya tidak seorang pun yang mendapatkan bocoran berapa
“jatah” rezekinya. Sehingga bagi muslim/muslimah, ia akan berupaya
sekuat tenaga dalam menyempurnakan ikhtiar menjemput rezeki.
4. Ia tidak mudah tergoda untuk mencari
rezeki dari jalan yang haram. Sebab Allah telah menentukan rezekinya.
Menempuh jalan yang haram bukan saja tidak bisa menambah rezeki, lebih
dari itu ia justru pangkal kemurkaan Allah dan penyebab hilangnya
keberkahan serta kebaikan.
[Tim Redaksi Webmuslimah.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar